kampung muslim Bali

Selasa, 01 Maret 2011

Taubatnya Penjual Kurma


  Dikisahkan seorang penjual kurma yang hidup pada masa Rasulullah. Si penjual kurma tersebut waktu itu agak sulit mendapatkan kurma yang baik. Ketika itu di tokonya banyak yang antri untuk membeli kurmanya, beberapa di antaranya adalah perempuan. Pada saat tiba giliran seorang perempuan yang muda dan cantik ingin membeli, perempuan itu menanyakan, adakah kurma yang baik? Si penjual kurma menanyakan bahwa kurma yang dimaksud itu ada, tetapi di dalam. Si pedagang mengatakan kepada si perempuan untuk menunggu sebentar setelah ia selesai melayani pembeli yang lain.


Setelah si penjual kurma selesai melayani pembeli yang lain, perempuan itu pun datang lagi menanyakan kurma yang dimaksud kepada si penjual kurma. Lalu si penjual kurma pun mengajak si perempuan ke dalam. Setelah sampai di dalam, yaitu di belakang toko, si penjual kurma kemudian mencium perempuan itu. Rupanya si penjual kurma sengaja mengatakan bahwa kurma yang dimaksud ada di dalam atau di belakang, tak lain agar ia bisa mencium perempuan tersebut.

...

Setelah kejadian itu, si penjual kurma pun menyesal akan perbuatannya. Ia pun datang kepada Rasulullah menceritakan perihal perbuatannya itu. Rasulullah menanyakan, apakah perbuatan itu dilakukannya dengan sadar. Dijawab oleh si penjual kurma, bahwa memang perbuatan tersebut dilakukannya dengan sadar. Ditanyakan lagi oleh Rasululah, apakah perbuatan tersebut didorong oleh hawa nafsu. Si penjual kurma menyatakan, bahwa memang benar perbuatannya tersebut didorong oleh hawa nafsu. Rasulullah kemudian mengatakan, kalau begitu, si penjual kurma harus bertaubat, yaitu dengan cara berwudhu’, kemudian salat dua rakaat. Sewaktu sujud, maka perlamalah sujud, dan kalimat “astaghfirullah” diulangi sampai seratus kali.

Setelah itu, turunlah ayat yang menyatakan:
Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat. (Q.S. Huud: 114)


Kita sering berdoa yang intinya meminta kepada Allah dan bermunajat kepada-Nya agar kita senantiasa bertaubat. Bahkan dalam doa yang sering kita panjatkan itu, yaitu “Subhanallah, walhamdulillah, wa laa ilaaha illallah wallahu akbar” oleh Imam Al-Ghazali dikatakan merupakan kalimat-kalimat yang paling mulia dan juga selalu diucapkan oleh Rasulullah. Aisyah istri Rasulullah pernah bertanya, “Mengapa engkau ya Rasulullah selalu mengucapkan kalimat itu? Mengapa engkau selelu bertaubat? Bukankah engkau telah dijamin tidak mempunyai dosa?”

Rasulullah pun menjawab, “Aku dijamin tak mempunyai dosa. Tetapi aku kadang-kadang merasa menjadi berdosa. Aku malu kepada Allah yang telah memberikan segala-galanya kepadaku. Mengapa aku kemudian tidak memuji-Nya, padahal Allah telah memberikan kepadaku segala sesuatu.”

Kalau Rasulullah selalu mengucapkan kalimat-kalimat itu, mengapa kita tidak? Kalau Rasulullah masih mau bertaubat, mengucapkan kalimat “astaghfirullaahal ‘azim”, mengapa kita tidak?

Allah berfirman:
Wa saari’uu ilaa maghfiratin min rabbikum wa jannatin ‘ardhuhaas-samawaatu wal aardh u-’iddat lil muttaqiin [Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,] (Q.S. Ali Imraan: 133)

Mengapa Allah mengatakan “Wa saari’uu ilaa maghfiratin min rabbikum”, bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu, cepat-cepatlah kalian semuanya bertaubat? Apakah maksudnya? Maksudnya, agar setiap setelah kita melakukan suatu perbuatan dosa, kemudian kita sadar, maka cepatlah pada saat itu juga meminta ampun kepada Allah, jangan ditunda-tunda. Misalkan, ketika kita berdusta, segeralah mengucapkan “astaghfirullah”. Dan Allah mengatakan, bahwa perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapus dosa.

Berkaitan dengan taubat adalah dosa. Menurut para ulama, secara umum pada dasarnya dosa itu ada dua, yaitu dosa besar dan dosa kecil. Dosa besar ada lagi yang terbesar, yaitu musyrik (menyekutukan Allah). Para ulama berbeda pendapat mengenai musyrik. Ada yang berpendapat bahwa musyrik tidak diampuni oleh Allah. Sedangkan pendapat yang lain menyatakan, mengapa tidak diampuni, buktinya sahabat-sahabat Rasulullah seperti Abu Bakar, Umar ibn Khattab, dan Utsman ibn Affan itu sudah dinyatakan diampuni oleh Allah, padahal mereka semuanya pernah menjadi musyrik. Jadi, dosa syirik tetap diampuni oleh Allah.

Dosa besar yang lain adalah: mendurhakai orang tua, dusta di pengadilan, memakan makanan yang haram, berzina, membunuh, dan mengambil hak orang lain (mencuri). Dosa besar takkan diampuni dengan hanya mengeluarkan sedekah, ataupun melakukan salat sunnat, melainkan dosa besar akan diampuni apabila orang tersebut memang benar-benar bertaubat dan bertekad tidak mengulanginya lagi (taubatan nasuha). Sedangkan dosa-dosa kecil tak bisa kita hindari, di mana-mana kita temui dosa kecil ini, tapi di mana-mana kita temukan kesempatan untuk beribadah dan bertaubat. Dosa-dosa kecil ini bisa terhapus dengan salat, berwudhu’, dan ibadah lainnya. Karena itulah, kita harus bersegera untuk taubat.

Niat adalah suatu hal yang paling penting. Jika kita sudah berniat untuk bertaubat, maka hal tersebut sudah dianggap suatu kebaikan.

Dari sinilah katanya hadist yang mengatakan “innamal a’malu bin niat” (amal itu ditentukan oleh niat). Dan Allah itu Ghafurun Rahim (Maha Pengampun lagi Maha Penyayang). Karena itulah, jangan takut bahwa kita tidak diampuni oleh Allah. Selama niat kita untuk bertaubat, insya Allah kita akan dia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar